Teruslah Bertanya



Saya termasuk orang yang memiliki hobi bertanya. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak selalu saya ajukan kepada sekelompok manusia atau teman-teman sepermainan. Terkadang, saya bertanya kepada semesta lewat angin dan ruang kosong.

Sesimple mempertanyakan mengapa jari kebanyakan manusia itu 5? Mengapa jari tengah cenderung selalu lebih tinggi ukurannya daripada jari manis? Dan sejenisnya.

Mungkin bagi sebagian orang yang malas berpikir, pertanyaan-pertanyaan di atas termasuk receh dan tak penting. Tapi tidak apa, karena bagi saya jelas—barang siapa yang mengajukan pertanyaan, maka kepadanyalah akan dialirkan sebuah jawaban.

Dan saya pada akhirnya belajar bahwa untuk benar-benar bisa dialirkan jawaban, dibutuhkan orang-orang, para pemikir yang memiliki anggapan bahwa sebuah pertanyaan itu penting. Karena, pertanyaan sekecil apapun selalu berpotensi melahirkan pengetahuan baru.

Bayangkan saja nih, jika Anda berguru ke suatu tempat, atau pergi ke sebuah tempat diskusi, atau mungkin semisal belajar di sebuah universitas. Lalu Anda berkesempatan mengajukan pertanyaan kepada dosen, figur, atau siapapun rekan Anda. Misal pertanyaannya adalah:

"Maaf Pak/Bu, apa benar jika langit itu ada di alam semesta? Karena seiring data dan fakta yang saya pelajari dan telusuri, saya menemukan bahwa ternyata lapisan langit yang diduga ada 7 atau sekian itu ternyata tidak ada. Karena yang meliputi alam semesta ini ternyata bukan langit tapi ruang kosong?"

Terus bayangkan jawaban yang diberikan oleh seorang rekan, mursyid, guru, atau dosen Anda seperti ini:

"Pertanyaan macam apa itu? Kalo di bidang akademis atau di bidang ........(sila isi sendiri), pertanyaan-pertanyaan semacam itu adalah pertanyaan recehan. Dan tak patut untuk dijawab."

Hehehehe. Percayalah, kalo Anda terus memilih untuk bertahan hidup di antara orang seperti ini, maka sampai kapanpun, rasa penasaran Anda terhadap suatu pertanyaan tidak akan pernah terpenuhi dan terjawab.



Post a Comment

0 Comments